SELAMAT DATANG

selamat datang di blog kami semoga anda dapat mendapatkan infomasi yang anda butuhkan, kami senang dapat membantu anda

Kamis, 24 Desember 2009

KONSEP PENYATUAN DIRI DENGAN TUHAN DALAM PUISI HUSWIFERY KARYA EDWARD TAYLOR

A. Latar Belakang Masalah
Tuhan, sebuah kata yang mewakili sejumlah muatan yang tidak terhingga luas dan banyaknya. Dialah yang menjadikan ada menjadi tiada, menjadikan tiada menjadi ada dan kuasanya yang luas tidak dapat ditapaki oleh manusia dan makhluk apapun, karena manusia atau makhluk adalah jalan yang telah dibentangkan oleh Tuhan sehingga manusia dan makhluk lain hanya akan tergumpal dengan debu-debu yang menyertai jalan yang telah dibentangkan Tuhan itu. Sejak jaman purba manusia telah percaya bahwa ada kekuatan lain diluar kuasa panca indra yaitu kekuatan gaib. Dan kekuatan gaib itu kuasanya tidak dapat terlepas dari segala urusan dan langkah manusia. Kekuatan gaib itu sangat agung dan penuh misteri.
Menurut Aristoteles, dalam proses perubahan yang bergerak dari materi menuju forma, mengandaikan adanya forma terakhir yang tidak dapat “dikeruhkan” lagi dengan materi (tidak dapat menjadi materi yang baru). Inilah forma terakhir (actus purus). Kalau demikian halnya, maka harus ada pula penggerak pertama yang tidak digerakkan. Penggerak pertama itu adalah forma yang tak bermateri; tujuan tertinggi yang menyebabkan semua gerak. Boleh disimpulkan bahwa seluruh kenyataan bergerak antara dua kutub abstrak yaitu materi yang tak berbentuk dan forma yang tak bermateri. Di sinilah kita dapat menyebutnya Tuhan. Tuhan ini tidak bermateri, hanya kenyataan atau realitas saja. Ia juga roh murni (nous); pikiran semata. Ia tidak dapat memikirkan dunia; hanya memikirkan dirinya sendiri. Dan ia puas dengan dirinya sendiri, tidak memiliki hubungan sama sekali dengan dunia. Aristoteles sama sekali tidak mengenal Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Tuhannya adalah Tuhan para filsuf dan bukan Tuhannya Abraham, dan sebagainya.
Berbagai cara dilakukan oleh manusia dimuka bumi ini untuk mengagungkan Tuhan dengan ritual, pemujaan, puisi, syair, cerita bahkan berbagai pengorbanan sebuah kehidupan, demi untuk mencapai kepada Tuhan. Seperti apa yang dilakukan oleh Edward Taylor dia menggunakan imaginasinya dalam membuat penyembahan untuk mencapai kuasa tuhan dan sederet kebahagiaan untuknya melalui puisi yang ia buat. Adalah Huswifery sebuah pusi yang ia tulis untuk memuja Tuhannya dengan berbagai metaphor dan berbagai symbol ia gunakan demi untuk mengagungkan Tuhannya itu.
B. Rumusan Masalah
Setelah menguraikan sekilas tentang Tuhan dan penghambaan dari para makhluknya, maka penulis dalam hal ini merumuskan sebuah permasalahan yang akan dibahas dalam analysis puisi Huswifery karya Edward Taylor ini adalah bagaimana konsep yang di hadirkan melalui symbolisasi penyatuan diri dengan Tuhannya dalam puisinya itu?
C. Pembahasan
Acapkali ketika penulis menuliskan tentang Tuhan, biasanya menempatkan Tuhan kepada Tempat yang menakjubkan atau mulia. Seringkali penulis melupakan existensi dirinya secara logika demi sebuah pemujaan terhadap Tuhan dari apa yang ia tetapkan, atau yang disebut dengan takdir. Kemanusiaan berada dalam akhir sudut spektrum yang mana terjadi perang dalam jiwa spiritualnya semisal apa yang di sajakan oleh Anne Breadstreets dalam The Flash and The Spirit.
Sehubungan dengan kegiatan analysis puisi ini kegitan berfikir dari author yang menjadikan puisinya ini merupakan objek untuk dikaji dalam pemaknaanya. Dikatakan oleh Aminuddin, (2003:58) Adalah author menggunakan bahasa yang juga digunakan dalam pengolahan pesan lewat bahasa atau enkoding, penyampaian pesan atau koding dan pemahaman pesan atau decoding dapat dipetakan kedalam proses pembuatan pesan yang akan disampaikan kepada pembaca sebagai satu kesatuan yang utuh. Apa yang membuat Pusi Edward Taylor menjadikan sebuah puisi meditasi yang unik, adalah sebuah hubungan fisik dunia atau eksistensi kemanusiaan yang dalam antara dirinya dengan Tuhan. Dalam penyatuan Tuhan kedalam tubuhnya Taylor dia mengawinkan secara bersamaan antara manusia dan dzat Tuhannya. Dalam pemujaanya kepada Tuhannya dian menjadi apa saja yang nelekatkan dirinya dengan Tuhan tanpa rasa malu atau rendah diri.
Dalam puisinya Huswifery taylor taylor merujuk kepada perbuatan manusia yang paling mendasar seperti pekerjaan yang biasa dikerjakan dirumah dan sebagai domestik adlah perempuan pemintal kain yang dijakian metaphore oleh Taylor. Sebuah konsep yang mendasar dari diri manusia yaitu tentang menutupi dirinya dengan kain dan bukan hanya itu akan tetapi kain yang menutupi tubuh pun memberikan makna dan nilai itnggi untuk pemakainnya.
Pusi ini yang menjadikan puisi yang tidak seperti biasanya Taylor menjadikan dirinya seperti perempuan yang memintal pakaian untuk majikannya 徹 Lord, thy Spinning Wheel complete_ (1). Dengan puisi ini dia telah berhasil melenyapkan sebuah ikatan gender; dalam artian dia tidak mewajibkan dirinya menjadi pemintal laki-laki tapi perempuan, lah yang ia jadikan dirinya seperti apa yang biasanya pemintal adanya. Bahkan ia menjadikan Tuhan menjadikannya sebagai sebuah alat pemintal dan larut kedalam pemintalan kain tersebut.
Dalam memulai pemintalan serat yang ia gulungkan kedalam alat tenun, taylr meminta kepada Tuhannya untuk membimbingnnya dengan kata-kata bijak atau ilham untuk menuntunnya baik dalam perkataan dan perbuatan menjadikan dia orang yang shaleh. Penggulungan serat yang baik dan hati-hati serta luwes pada pemintal tersebut adalah maksudnya ia ingin diputarkan atau dijalankan oleh Tuhan dan menjadikan perwatakannya yang penuh kasih sayang menyatu dalam segala perbuatannya, seperti pada baris 2-3 dibawah ini:
2 Thy Holy Worde my Distaff make for mee.
3 Make mine Affections thy Swift Flyers neate

Dalam roda pemintal terdapat spool atau kumparan yang mengatur baik lebar atau ramping, tebal atau tipisnya hasil pemintalan, maka disini ia ingin Tuhan menjadikan jiwanya sebagai spool yang dapat istiqomah atau exist berada dalam keadaan yang stabil dan konsisten dalam memegang doktrin atau kepercayaanya terhadap Tuhan. Setelah menjadi kumparan atau spool lalu ia pun menjadikan kata-katanya seperti gulungan serat yang akan dikeluarkan lewat spool tersebut lalu tersirkulasi dalam putaran roda tenun hingga menjadikan ia ada dalam koridor atau dalam putaran yang diberkati oleh Tuhan
4 And make my Soule thy holy Spoole to bee.
5 My Conversation make to be thy Reele
6 And reele the yarn thereon spun of thy Wheele.

Lalu setelah proses penennunan selesai Taylor beranjak kepada helayan kain yang sudah jadi lembaran kain. Ia meminta kepada tuhannya memberikan sebuah keindahan-keindahan syurga yang diwakilkan dengan sebuah metaphor warna-warna syurga. Metaphor ini mewakilkan corak warna yang tiada di dunia dan hanya ada disurga dikerenakan Taylor percaya bahwa keindahan syurga adalah keindahan yang sejati dan tinggi diatas keindahan-warna warna yang berada didunia ini. Setelah kain itu diwarnai dengan warna-warni syurga maka Taylor menambahkan kain itu dengan gembar bunga yang hanya ada disyurga karena itu dia yakin pula bahwa bunga syurga adalah bunga yang tiada tanding dengan bunga yang ada didunia ini. Ini mennyiratkan bahwa ia menginginkan dirinya yang telah diciptakan oleh Tuhan sebagai manusia memilki sikap dan budi pekerti yang indah dan mulia melalui ilham atau bimbingan yang diberikan Tuhan kepadanya, seperti pada baris puisi dibawh ini:
7 Make me thy Loome then, knit therein this Twine:
8 And make thy Holy Spirit, Lord, winde quills:
9 Then weave the Web thyselfe. The yarn is fine.
10 Thine Ordinances make my Fulling Mills.
11 Then dy the same in Heavenly Colours Choice,
12 All pinkt with Varnisht Flowers of Paradise.

Pemintalan serat telah menjadi kain dan kain telah di warnai dengan warna-warni syurga serta gambar bunga syurga. Selanjutnya Taylor menjadikan dirinya menjadi sebuah pakaian yang agung adalah jubah yang besar dan anggun. Dengan jubah itu dia telah di cover segala fikiran, perbuatan, dan perkataan dengan indahnya penampilan atau menjadikannya menjadi sosok yang menawan dan patutu untuk menjadi figure atau tauladan bagi siapapun yang melihatnya. Dengan jubah itu Taylor melambangkan bahwa Glory atau kebahagiaan yang tiada terkira adalah sebuah hadiah yang sangat nilai tingginya dari Tuhan. Seperti apa yang ditulisnya pada stanza terakhir dibawah ini:
13 Then cloath therewith mine Understanding, Will,
14 Affections, Judgment, Conscience, Memory
15 My Words, and Actions, that their shine may fill
16 My wayes with glory and thee glorify.
17 Then mine apparell shall display before yee
18 That I am Cloathd in Holy robes for glory.

D. Kesimpulan
Banyak orang percaya dengan menggunakan pakaian yang baik, bersih dan indah adalah memberikan sebuah kepercayaan diri yang tinggi. Pun Taylor dengan puisi ini ingin dirinya menyatu dengan segala keindahan, kekuasaan dan semua yang ada berada pada Tuhan melekat pada tubuhnya dan jiwanya. Ini diluar koridor analisa dari penulis bahwa nama Taylor mungkin berasal dari kata tailor yang artinya penjahit. Apakah hanya dugaan penulis saja tidak tau tau benar adanya mungkin Edward telah dijuluki seorang penjahit “Taylor” dengan puisi ini.
Simbolisasi dalam puisi ini Taylor memberikan metaphor dengan menjadikan dirinya seperti rajutan yang dibuat untuk menjadi jubah keagungan sebagai alat kekuasaan Tuhan. melalui puisinya juga dia melakukan periode atau tahapan penjernihan yang mana dia menyakan kepada Tuhannya untuk menyucikannya dan menjadikan Tuhan sebagai pusat segala hidupnya.
Nada puisi ini adalah nada penuh pengharapan dan penerimaan sebuah masa depan karena dia menantikan Tuhannya untuk menggunakan dirinya untuk tujuannya dan membalut dirinya dengan jubah ke jayaan.

E. Daftar Pustaka

- Aminuddin, 2003, Semantik; Pengantar Studi Makna, Sinar Baru Algesindo, Bandung.
- http://pormadi.wordpress.com/2006/05/17/konsep-tuhan-menurut-aristoteles/
- Taylor, Edward. "Huswifery." The Norton Anthology American Literature. Ed. Nina Baym, et al. Shorter 2nd Ed. Vol. 1. New York: Norton & Company, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar